KUHAP ( Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ), Undang-Undang Nomor 8, Tahun 1981

”download[4]”
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP
 Undang-Undang Nomor 8, Tahun 1981 

 FREE DOWNLOAD




Sebelum adanya KUHAP, Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia adalah Het Herziene Inlandsh Reglement atau H.I.R (Staatsblad Tahun 1941 No. 44). Didalam HIR, proses pembuktian secara umum  lebih ditekankan pada pengakuan tersangka semata, sehingga pencarian alat bukti lain kurang dilaksanakan.  Akibat penekanan pencarian alat bukti atas pengakuan tersangka, sering terjadi salah tangkap atau tersangka mengaku akibat keterpaksaan atas dasar tidak tahan menerima siksaan dari Penyidik,  hal ini telah melanggar Hak-hak Asasi tersangka.


Belajar dari pengalaman ini, Pemerintah dan MPR menetapkan dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 Bab IV Bidang Hukum sebagai cerminan pelaksanaan GBHN untuk meningkatkan atau menyempurnakan Produk  Hukum  dengan  cara  kodifikasi  dan  unifikasi  Hukum  dibidang-bidang tertentu, sehingga pada tanggal 31 Desember 1981 diberlakukanlah Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana di Indonesia sebagai Dasar Alat-alat Negara Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) melaksanakan wewenangnya.

Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, adanya perubahan perundang-undangan di Negeri Belanda yang dengan asas konkordansi diberlakukan pula di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848. Pada masa itu di Indonesia dikenal beberapa kodifikasi peraturan hukum acara pidana, seperti reglement op de rechterlijke organisatie (RO. Stb 1847-23 jo Stb 1848-57) yang mengatur mengenai susunan organisasi kehakiman; Inladsch reglement (IR Stb 1848 Nomor 16) yang mengatur tentang hukum acara pidana dan perdata di persidangan bagi mereka yang tergolong penduduk Indonesia dan Timur Asing; reglement op de strafvordering (Stb. 1849 nomor 63) yang mengatur ketentuan hukum acara pidana bagi golongan penduduk Eropa dan yang dipersamakan; landgerechtsreglement (Stb 1914 Nomor 317 jo Stb. 1917 Nomor 323) mengatur acara di depan pengadilan dan mengadili perkara-perkara sumir untuk semua golongan penduduk. Disamping itu diterapkan pula ordonansi-ordonansi untuk daearah luar Jawa dan Madura yang diatur secara terpisah.

Dalam perkembangannya ketentuan “Inlandsch Reglement” diperbaharui menjadi “Het Herzien Inlandsch Reglement” (HIR), yang mendapat persetujuan Volksraad pada tahun 1941. HIR ini memuat reorganisasi atas penuntutan dan pembaharuan peraturan undang-undang mengenai pemeriksaan pendahuluan. Dengan hadirnya HIR ini, muncullah Lembaga Penuntut Umum (Openbare Ministrie) yang tidak lagi dibawah pamongpraja, tetapi langsung berada dibawah Officer van Justitie dan Procucuer General.

Pada pendudukan Jepang pada umumnya tidak terjadi perubahan yang fundamental kecuali hapusnya Raad van Justitie sebagai pengadilan unttuk golongan Eropa. Dengan demikian acara pidanapun tidak berubah. HIR dan reglement voor de Buitengewesten serta Landgerechtreglment berlaku untuk pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan pengadilan agung.

Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, dilakukan berbagai upaya perubahan dengan mencabut dan menghapus sejumlah peraturan masa sebelumnya, serta melakukan unifikasi hukum acara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara semua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Dalam hal ini, melalui penerapan Undang-Undang Darurat Nomor 1 Drt tahun 1951 ditegaskan, untuk hukum acara pidana sipil terhadap penuntut umum semua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, masih berpedoman pada HIR dengan perubahan dan tambahan.

pada tahun 1981, melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), segala peraturan yang sebelumnya berlaku dinyatakan dicabut. KUHAP yang disebut-sebut sebagai “karya agung” bangsa Indonesia merupakan suatu unifikasi hukum yang diharapkan dapat memberikan suatu dimensi perlindungan hak asasi manusia dan keseimbangannya dengan kepentingan umum. Dengan terciptanya KUHAP, maka untuk pertama kalinya di Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap. Dalam arti, seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenaran) penyelidikan sampai pada kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung.